Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Tahukah kalian, apa saja hak tetangga? Hak tetangga di antaranya adalah
- jika dia meminta pertolonganmu, maka kau harus membantunya,
- jika ia meminjam (berhutang) kepadamu, maka kau meminjaminya,
- jika ia miskin, maka kau berderma kepadanya,
- jika ia sakit, maka kau menjenguknya,
- jika ia meninggal seluruh dunia, maka kau melayat jenazahnya,
- jika ia memperoleh kebaikan, maka kau ucapkan selamat kepadanya,
- jika ia memperoleh musibah, maka kau ikut berduka atasnya.
Janganlah kau mendirikan bangunan lebih besar di rumahnya sehingga
menghalangi udara memasuki rumahnya, kecuali atas seizinnya.
Jika kau memilih buah-buahan, maka berilah dia dan jika kau belum memberinya, maka bawalah buah-buahan itu ke dalam rumahmu secara sembunyi-sembunyi dan jangan sampai anakmu membawanya ke luar rumah sehingga anak tetanggamu belum marah.
Jangan kau ganggu dia dengan as soon as possible masakanmu, kecuali jika kau memberinya juga.
Tahukah kalian apa saja hak tetangga? Demi Dia jiwaku berada dalam genggamannya, belum mungkin seseorang mampu memenuhi semua hak tetangga, kecuali dia dirahmati oleh Allâh Ta’âlâ .” (HR ‘Umar Bin Syu’aib)
Duhai saudaraku dirahmati Allâh, coba renungkan sabda Nabi di atas berbunyi, “dan jangan sampai anakmu berbekal buah-buahan ke luar rumah sehingga anak tetanggamu belum marah.” Mengapa, sebab bisa jadi ketika melihat si anak sedih dan menangis, hati orang tuanya terganggu. Dia sibuk memikirkan bagaimana caranya sehingga dapat memilih buah-buahan sama. Jika demikian dalam masalah buah-buahan, lalu bagaimana jika istri dan anak para tetangga hidup sederhana dan dalam kesempitan melihat perhiasan dan baju indah dikenakan oleh tetangga atau kerabat mereka? Bagaimana kiranya perasaan suami mengetahui kesedihan anak dan istrinya, padahal dia tahu belum mungkin menghibur hati anaknya dengan ucapan, “Ketahuilah, sesungguhnya kefakiran itu lebih utama dan lebih baik daripada kekayaan.” Oleh karena itu, seseorang belum mampu menyenangkan mereka (para tetangga berada dalam kesusahan), janganlah membuat mereka sedih dan marah. Hendaknya dia menyembunyikan perhiasan dan sejenisnya, bukan justru menampakkannya.
Jika belum mampu berbuat baik kepada orang lain, maka berusahalah bila belum mengganggu mereka. Seorang suami ingin istrinya mengenakan perhiasan indah hendaknya memerintahkan istrinya bila memakainya secara tersembunyi, sehingga hanya orang berada di dekatnya saja tahu. Berapa beragam rumah tangga hancur, kerusakan, kesedihan, kesusahan, duka, kehinaan, rasa takut, hutang, saling membenci, iri dengki, fitnah, bencana hanya karena permasalahan seperti ini. Berapa beragam kebaikan terlewatkan karenanya, seperti ilmu berbobot, perilaku mulia, amal berguna, keadaan diridhai, kebahaiaan, kehidupan menyenangkan, qanaah, sikap ridha pada ketentuan Allâh dan zuhud.
Diceritakan seorang bapak ingin menikahkan putrinya dengan seorang pria barusan datang di berpergian. Pria ini menitipkan kepada calon mertuanya beberapa perhiasan bila tunangannya. Ketika melihat perhiasan itu, performed mertua menyimpannya. Tetapi, keesokan harinya ia hancurkan perhiasan . Melihat perhiasannya hancur berkeping-keping, performed putri merasa sedih. Menyaksikan kesedihan putrinya performed ayah berkata, “Tindakanku hanya menyebabkan kesedihan hatimu saja, tetapi menyelamatkan hati orang lain. Besok berdatangan tamu wanita mengunjungimu. Jika mereka melihat perhiasan itu, maka hati mereka sedih, sebab mereka belum perhiasan sama.”
Coba perhatikan jalan berpikir sangat bijaksana ini, jika engkau termasuk orang-orang mau mendengarkan.